Press Release
Oleh:
Felix Dass
Vokalis
salah satu band rock paling berbahaya Indonesia, Pas Band, mengambil
jeda dari kehidupan rutinnya, mengajak sejumlah teman lama dan
membentuk Tendostars.
Buat
Yukie Martawidjaja, musik adalah perjalanan panjang yang selalu
berisi tantangan. Bertahun-tahun jadi bagian dari unit rock yang
punya sejarah panjang bernama Pas Band, nampaknya tidak membuatnya
berpuas hati.
Hari
baru menjelang dan bersama sekumpulan teman lama, ia menggulirkan
proyek Tendostars, sesuatu yang sudah ia idamkan sejak lama di
sela-sela kesibukan regulernya bersama Pas Band. Proyek ini adalah
perjuangan baru untuk menantang proses berkeseniannya.
“Denny
MR, mantan manajer Pas Band, pernah berkata, ‘Musuh terbesarmu
adalah rasa nyaman dan mapan. Begitu perasaan itu ada, maka karyamu
akan memburuk dan membusuk.’ Sejak saat itu saya selalu berusaha
menyimpan kedua kata (nyaman, mapan) itu di dalam kota gudang bawah
tanah saya,” terangnya.
Ia
tidak pernah berteman baik dengan kemapanan. Selalu ada perlawanan
dan proses pencarian jati diri di dalam tapakan karirnya. Tendorstars
adalah contoh terkini. Proyek ini sudah ada di dalam benak sejak
2006. Perlu waktu bertahun-tahun untuk sampai ke masa ini, waktu
ketika debut album Tendostars tersedia untuk orang banyak.
“Pembicaraan
dimulai dari sekitar tahun 2006 ketika Richard Mutter, teman masa
remaja saya yang sekaligus drummer Pas Band di empat album pertama
sering berkunjung ke apartment tempat saya dan Denny Mplay, gitaris
Utopia, tinggal. Kami berbincang tentang banyak hal, termasuk musik
yang ujungnya membahas album solo. Tapi pembicaraan itu tidak jadi
apa-apa sampai tahun 2008 ketika kami memutuskan untuk masuk studio.
Richard mendedikasikan banyak waktu untuk berkunjung ke Bandung dan
langsung bekerja atas nama Tendostars,” kisahnya tentang asal
muasal terbentuknya proyek ini.
Selain
tiga nama itu, Tendostars juga diperkuat oleh Dikdik Aftercoma dan Ai
dari Mobilderek. Semua orang di proyek ini punya band utama. Mereka
semua dipersatukan oleh keinginan tulus bermain bersama teman-teman
lama.
“Buat
saya, kebahagiaan terbesar seorang laki-laki itu adalah bisa
berkumpul dengan teman-teman sejatinya dan melakukan apa yang ia
suka. Pencapaian saya dengan Tendostars ini adalah hasil perjalanan
saya pribadi selama 20 tahun berkarir di industri musik. Apalagi bisa
punya mimpi besar bersama teman-teman lama,” lanjutnya lagi.
Layaknya
sebuah proyek baru yang dilakukan di sela-sela kesibukan
masing-masing personilnya, Tendostars tentu saja melewati perjalanan
waktu yang cukup panjang.
“Jadwal
bersama band masing-masing jadi masalah. Itu yang membuat kami perlu
waktu lama. Terlebih lagi, kami punya sifat perfeksionis yang jadi
kendala. Misalnya saja, saya harus bertemu banyak teman yang berkarya
di dunia sastra untuk mendapatkan bantuan memperbaiki isi cerita dan
lirik,” paparnya.
Proses
kreatif yang panjang itu menghasilkan album self titled yang mulai
beredar luas dalam format cd sejak 11 Desember 2013.
Album
ini menggunakan pendekatan yang membuat sejumlah kawan lama
bahu-membahu turun gunung membantu proses persiapannya.
“Album
ini adalah album gerilya. Ada semangat 90-an yang pernah mampir
sebelumnya. Kami juga melibatkan enam ilustrator dan satu
photographer muda yang sedang meroket untuk berkontribusi memberikan
ilustrasi karya mereka untuk masing-masing cerita lagu yang ada. Lalu
semuanya dikemas dalam bentuk buku yang menjahit seluruh proses ini
jadi satu kesatuan,” kata Yukie.
Tendostars
datang untuk mempersembahkan sebuah perjalanan menemukan kehidupan
bermusik yang membawa semangat baru. Dengarkan dan silakan larut
dalam perjuangan Yukie menantang fase baru dalam karir bermusiknya.
“Saya
seperti menemukan rumah yang hilang,” tutup Yukie tentang
Tendostars.