Oleh:
Audy WMR Wuisang
(Sekjen Kerukunan Keluarga Kawanua Pusat)
Jangan mencari "INDONESIA" di tengah-tengah pertarungan pesohor politik yang saling sikut memperebutkan kue kekuasaan. Disana "Indonesia" cuma menjadi sekedar lokus pertarungan. Yang utama disana adalah, bagaimana mereka "berkuasa", bukan terutama bagaimana membuat Indonesia, Bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik. Carilah Indonesia di tengah-tengah orang kebanyakan yang sedang berjuang ataupun memperjuangkan masa depannya. Atau, carilah Indonesia di tengah-tengah aksi saling berbagi dan saling mempedulikan.
Indonesia, salah satunya saya temukan di tengah komunitas musisi Indonesia yang menamakan dirinya KOIN alias KEPEDULIAN ORANG INDONESIA. Berawal dari Gerakan KOIN membela PRITA, Komunitas KOIN (Kepedulian orang Indonesia) bermetaforsosa salah satunya menjadi komunitas yang menggalang dana bagi aksi kemanusiaan. Tercatat setelah Konser KOIN untuk Prita, juga dilakukan untuk WASIOR, Sulawesi Tengah, Mentawai, Merapi dan kini untuk Korban Banjir Bandang, Manado-Sulawesi Utara. Komunitas MUSISI PEDULI, begitu sederhananya menyebut mereka yang menamakan dirinya KOIN.
Semalam, 5 Februari 2014 sejak jam 15.30 - 02.00 - KOIN kembali menggelar KONSER KEMANUSIAAN dengan tajuk: SENANDUNG UNTUK NEGERI - Charity Untuk Manado. Kali ini, KOIN menggandeng Kerukunan Keluarga Kawanua Pusat (KKK Pusat) dan Forum Pengurangan Resiko Bencana SULUT (FPRB SULUT). Kedua lembaga tersebut dipilih karena mereka memiliki Posko Bersama penyaluran bantuan dan memiliki lebih dari 20 relawan terlatih di lapangan untuk membantu Korban Banjir Bandang di Kota Manado dan sekitarnya. Jadilah Konser Kemanusiaan itu dilaksanakan.
Yang kemudian mencuat ke permukaan adalah, bagaimana komunitas Musisi Peduli Kemanusiaan (KOIN) ini menampilkan event dan acara yang layak diapresiasi. Acara dimana kita mampu menemukan bahwa Indonesia itu ada dan hidup, bukannya kaku, mati, intoleran dan formalistik. Di sana, di Hard Rock Cafe, Pacific Palace, orang orang berkumpul dan dengan penuh kerelaan dan kesadaran berdonasi untuk korban banjir di Manado. Suasananya benar-benar menunjukkan betapa begitu banyak orang rela berdesak-desakan sambil mengeluarkan uang untuk membantu saudaranya yang sedang kesusahan.
Tidak ada rasa risih bahwa Manado mayoritas Kristen. Tidak ada kejengahan karena banyaknya stereotype soal Manado. Tidak ada rasa mengkal mengapa harus membantu Manado. Tetapi mereka, para artis dan musisi itu, datang, bernyanyi, menggalang dana, baik lewat lagu ataupun lelang alat musik, ataupun mengajak penggemarnya untuk ikut menyumbang. Bagi mereka, ini kebisaan dan kemampuan optimal yang mereka mampu abdikan guna meringankan beban masyarakat Kota Manado dan sekitarnya. Tidak ada pamrih agar penggemarnya meningkat disana. Tidak ada pamrih agar dia terpilih dari dapil sana. Tidak ada pamrih seperti itu.Yang penting, Warga Manado ....... KALIAN TIDAK SENDIRIAN dalam kesusahan kalian.
Hard Rock Cafe pun semarak. Semarak bukan hanya karena banyak orang. Memang, kapasitas Hard Rock Cafe tak sanggup menampung pengunjung yang bahkan lebih banyak di luar ketimbang di dalam. Semarak, karena nampak jelas, Senandung Bagi Negeri mendapat sambutan hangat dari banyak orang. Bukan cuma orang asal Manado, Minahasa, tetapi juga kalangan dan kelompok lain, baik yang diundang resmi, maupun diundang lewat flyer dan selebaran. Disana mereka menyatu, menyumbang, dan bersimpati dalam kemampuan masing-masing. Disana, Indonesia kelihatan sekali. Indonesia yang sesungguhnya memang hidup, tumbuh dan mekar di kalangan kelompok orang yang tidak mempersoalkan pamrih, tetapi mempersoalkan bagaimana hidup lebih baik dan bagaimana saling mengurangi penderitaan sesama anak bangsa.
Dan disanalah SLANK, GLENN FREDLY, ONCE MEKEL, CONNY CONTANTIA, CHERRYBELLE, ERMI KULIT, ALL IN, dan masih banyak lagi Musisi Papan atas lainnya mentas. Dari sana mereka menyanyi dan menghimbau penggemarnya untuk menyumbang, benar-benar CHARITY UNTUK MANADO.
Kolintang dan Kabasaranpun Masuk ....
Dan luar biasanya, Senandung Untuk Negeri demikian tajuk acara tersebut, juga ikut menampilkan karakteristik musik daerah. Kolintang dan Musik Maka'aruyen serta Kabasaran (Tari Cakalele ala Minahasa) rasanya untuk pertama kalinya tampil atau ditampilkan di Hard Rock Cafe. Belum pernah musik daerah tersebut tampil dalam satu stage dengan musisi papan atas di sebuah cafe bernama Gard Rock. Dan inilah yang "seakan" mewakili ikon Manado/Minahasa dalam pergelaran amal di Hard Rock Cafe tersebut. Bahwa komunitas budaya yang diwakili ikonnya itu, sedang bersedih, dan komunitas Musisi Indonesia sedang berusaha menghibur dan meringankan beban mereka.
Dan tidak ada rasa risih memadukan dalam satu panggung hiburan musik tradisional dengan musik kontemporer. Bahkan toch, seorang Artis bernama Ermi Kulit, menyanyikan lagu OH MINAHASA (Lagu Khas Daerah Minahasa) di panggung Hard Rock dengan iringan musik Kolintang. Jelas semua pengunjung berdarah Minahasa terharu sekaligus bangga ketika lagu daerahnya dinyanyikan dengan syahdu di pentas konser kemanusiaan itu. Bukan tepuk tangan, tetapi keheningan yang dalam guna meresapi Minahasa yang sedang berduka yang menonjol. Dan pada akhirnya, semua bertepuk tangan memberi applaus buat mereka, para musisi yang menggabungkan musik komtemporer dan musik tradisional dalam penggalangan dana khusus bagi Manado/Minahasa ini.
Dan ini jugalah salah satu pesan yang cukup penting bagi Ke-Indonesia-an dari konser kemanusiaan KOIN kali ini. Bahwa karakteristik budaya daerah lengkap dengan musik dan ornamen budaya lainnya, bukan hanya pajangan dan khiasan, tetapi adalah bagian yang dihayati dan dihidupi oleh masyarakatnya. Membuka pentas kombinasi seperti ini bukannya tidak dilakukan di tempat lain, tetapi menjadi lebih menghidupkan INDONESIA di tengah konser amal. Ini yang selalu menginang dan sangat menonjol di Hard Rock Cafe malam itu. Disini memang "Indonesia" atau "Keindonesiaan" sangat menonjol. Seperti inilah Indonesia semestinya.
Pesan Kemanusiaan
Konser Kemanusiaan: SENANDUNG UNTUK NEGERI: Charity Untuk Manado, tentu punya Pesan Kemanusiaan. Pelakunya sudah jelas, kelompok Musisi Indonesia yang rindu membantu sesama Bangsa yang berduka. Tetapi tetap ada pesan lain yang mungkin tidak terkatakan, tetapi dikandung sangat dikalangan penggagas dan pelaksananya. Yakni bahwa Indonesia yang saling menguatkan, saling membantu, saling meringankan derita, saling menghapus air mata, adalah Indonesia yang sesungguhnya.
Setelah cukup lama kita dicekoki aksi-aksi intoleran, aksi-aksi kekerasan, saling menyaiti antar anak Bangsa, maka para MUSISI mengajarkan bagaimana Indonesia yang sesungguhnya. Jika "mengajarkan" terlampau prestisius dan membuat orang lain sinis, maka sebutlah mereka, Para Musisi itu MENGINGATKAN kita kembali akan KEINDONESIAAN yang asali.
Konser Kemanusiaan itu ditutup dengan angka sumbangan Rp. 430 juta bagi Manado. Kecil dibandingkan kerusakan di angka Rp. 1,8 Tryliun menurut BNPB. Tetapi simpati dan pesan persaudaraan para MUSISI ini, terasa hangat dan menyentuh bagi mereka yang sangat membutuhkan bantuan tersebut.
Terima kasih para MUSISI Indonesia, Terima kasih KOIN, terima kasih "Bung Andre "OPA" Sumual" bukan terutama atas Bantuan dan Konser Kemanusiaan itu. tetapi karena mengingatkan kembali bahwa mereka yang di Manado tidak sendirian. Karena Konser itu seakan ingin berkata KALIAN TIDAK SENDIRIAN DI MANADO. Dan memang Manado tidak pernah sendirian. Mereka bekerja bersama dengan masyarakat sekitarnya mengais sampah dan becek yang memenuhi Kota Manado dan menyebar di 75% sebaran Kota. Mereka, rasanya telah menerima pesan ihangat tu.
Dan terutama, satu hal lagi, bahwa ternyata INDONESIA tidak formalistik, tidak kaku, tidak intoleran. Indonesia yang sesungguhnya ditampilkan kembali dengan cara dan gaya khas Musisi Indonesia. Di sana kita mestinya aktif mencari dan membangunkan kembali KEINDONESIAAN.
Jakarta, 6 Februari 2014