"Sepenggal hati mungkin tak bisa bercerita, tapi sepotong cerita bisa membuat hati bicara" - Andre OPA ********* "Music is everybody’s possession. It’s only publishers who think that people own it.” - John Lennon

Sabtu, 14 Februari 2015

Peristiwa Pemberontakan 14 Februari di Manado

Sumber disadur dari portalsejarah.com dan matukanda.worldpress.com

Tak banyak yang tahu bahwa sebuah kisah yang mungkin dianggap kecil tapi ternyata berpengaruh besar dalam perjuangan Indonesia di era kemerdekaan. Peristiwa ini berhasil menggugah dunia bahwa kemerdekaan Indonesia tak hanya terjadi di Jawa dan Sumatra seperti klaim Belanda, tapi juga terjadi di ujung utara Pulau Sulawesi.

Peristiwa pemberontakan Merah Putih 14 Februari di Manado merupakan bagian dari serangkaian peristiwa yang terjadi di Indonesia ketika pihak Sekutu berusaha untuk mengambil alih kembali kekuasaan akan Indonesia paska dideklarasikannya kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. 

Peristiwa ini sendiri terjadi pada tanggal 14 Februari 1946 dan merupakan gerakan militer dari pasukan KNIL kompi VII yang pada saat itu ada di bawah pimpinan Ch. Taulu, dimana mereka kemudian memberontak dan merebut kekuasaan Belanda di Indonesia dengan bantuan rakyat seperti di Manado, Tomohon, dan sebagian besar tanah Minahasa. Dari percobaan perebutan kekuasaan tersebut, ada sekitar 600 orang pasukan Belanda dan pejabat tinggi mereka yang berhasil ditawan. Pertempuran ini berakhir pada tanggal 16 Februari dimana mulai bertebaran selebaran berisi pernyataan perebutan kekuasaan di seluruh Manado oleh bangsa Indonesia

Peristiwa Merah Putih di Manado beserta beberapa peristiwa-peristiwa lainnya di Indonesia yang terjadi setelah deklarasi kemerdekaan tidak lepas dari kejadian bersejarah pada bulan Juli tahun 1944 dimana pada waktu itu Jepang mengalami kekalahan telak melawan pasukan Sekutu ketika mereka bertempur di atas lautan Pasifik. Kekalahan mereka ini membuat mereka mundur untuk memperkuat kubu pertahanan mereka di pulau Sulawesi dan di daerah Maluku Utara. Di bulan yang sama, Sam Ratulangi mengutus pemuda-pemuda untuk pergi ke Manado demi menyambut kemerdekaan yang akan dimiliki oleh Indonesia jika ternyata perang pasifik berakhir dengan hancurnya pasukan Jepang oleh pihak Sekutu. Utusan yang ia kirim ini beranggotakan Mantik Pakasi dan Freddy Lumanauw sebagai utusan tentara, dan Wim Pangalila, Buce Ompi, serta Olang Sondakh sebagai perwakilan pemuda. Mereka pergi menggunakan kereta ke Surabaya, dan melanjutkan perjalanan menggunakan Dai yu Maru menuju Manado.

Dua bulan setelah perngutusan pemuda oleh Sam Ratulangi menuju Manado, tiba-tiba muncul pesawat pembom B-29 yang merupakan properti perang udara milik Angkatan Udara Sekutu. Pesawat-pesawat yang berjumlah puluhan itu kemudian menghujani Manado dengan bom, dan meratakannya dengan tanah, mengubah setiap gedung yang terlihat menjadi tak lebih dari gundukan sampah, dan menewaskan banyak penduduk. Hal ini kemudian memicu kecurigaan Jepang bahwa ada mata-mata Sekutu yang berperan ganda sebagai tokoh nasionalis. Di bulan September 1944 ini juga kubu pertahanan Jepang di Sulawesi Utara dan Morotai berhasil ditaklukkan oleh Jenderal Mac Arthur sebelum ia bertolak ke Leyte, Filipina.

Selama pertengahan tahun April 1945 hingga awal Februari 1946, terjadi lagi banyak konflik atau hal-hal yang menuntun kepada terjadinya peristiwa merah putih di Manado. Pada bulan April hingga Agustus 1945 misalnya, dimana Pimpinan Kaigun menyiapkan kemerdekaan Indonesia, sesuai dengan apa yang pernah ia janjikan dahulu kala. Pada masa itu, bendera merah-putih dikibarkan bersebelahan dengan bendera nasional Jepang, yaitu Hinomaru. Pada bulan September di bulan yang sama, NICA dan Belanda yang saat itu ada di bawah perlindungan pasukan Sekutu dengan senang hati masuk ke area Indonesia, dan terlepas dari seluruh usaha yang mereka lakukan, mereka tetap tidak berhasil menciptakan dampak apapun terhadap kehidupan bermasyarakat, berpolitik, maupun ekonomi.

Pada bulan terakhir tahun 1945, Manado mulai sedikit lega dengan perginya seluruh pasukan Sekutu dari tanah itu. Perginya Sekutu tidak berarti kedamaian, karena mereka pada akhirnya menyerahkan tugas yang tengah mereka jalani secara total kepada NICA-KNIL yang dipimpin oleh seorang Inggris. John Rahasia dan Wim Pangalila kemudian melihat hal ini sebagai kesempatan untuk melakukan sebuah revolusi atau pemberontakan yang akan dilakukan oleh pemuda-pemuda Manado. Di Bulan yang sama, NEFIS-Belanda mulai sedikit lebih pintar, dan mereka sudah bisa mulai mencurigai kedua orang yang akan melakukan pemberontakan ini.

Pada bulan Februari 1946, pasukan KNIL yang ada di Teiling masih dicurigai oleh pihak Belanda. Pihak Belanda juga mengeluarkan perintah strength arrest kepada para pemimpin mereka, yaitu Furir Taulu, Wuisan, Frans Lantu, Wim Tamburian, Wangko Sumanti, dan Yan Sambuaga karena mereka dinilai merupakan penghasut tentara Indonesia.. Pada tanggal 14 Februari, barulah peristiwa merah putih di Manado terjadi. Pada saat peristiwa itu dimulai, mereka berhasil memengaruhi pihak Belanda, dan membuat Kopral Mambi Runtukahu yang ditunjuk sebagai pemimpin ahli penyergapan pos yang ada di markas garnisun Manado. Setelah serangan yang tidak memiliki perlawanan ini selesai, ada beberapa nama kaum nasionalis yang kemudian ditangkap oleh NICA dan dituduh sebagai mata-mata Jepang. Keberhasilan kudeta yang dilakukan oleh Wuisan dan kawan-kawan tiba di telinga kapten KNIL pada masa itu, yang bernama J Kaseger yang akhirnya ikut berjuang membela Indonesia.

Bagian akhir peristiwa merah putih di Manadoterjadi pada tanggal 15 dan 16 Ferbuari, hanya satu hingga dua hari setelah peristiwa ini dimulai. Pada tanggal 15 Ferbruari 1946, komandan KNIL pada waktu itu yang bernama De Vries tertangkap dan menjadi tawanan, hingga ia dihadapkan kepada Taulu dan Wuisan demi membuat kesepakatan akan perselisihan yang terjadi ini. De Vries, seperti layaknya pimpinan lain, bertanya apakah kudeta militer yang akan dilakukan oleh pihak Indonesia akan menjamin keselamatan pasukannya. Pada saat itu, sebenernya Taulu tahu bahwa mereka sedang terdesak dan akan kalah, tapi ia kemudian berkata bahwa mereka sedang berjuang bersama pemuda Indonesia, dan akan mempertahankan perjuangan itu. Setelah kejadian ini, seluruh daerah Minahasa kemudian mulai melihat prosesi pengibaran bendera Merah Putih.  


Dampak dalam Sejarah Dunia

Berturut-turut radio-radio Australia, San Franscisco dan BBC London dan Harian Merdeka di Jakarta menyiarkan tentang ‘’Pemberontakan Besar di Minahasa’’.

Dampak peristiwa ini pada tentara Sekutu (AS-Inggris-Belanda) menggemparkan. Bagi tentara AS yang sudah payah dan ingin pulang ke tanah airnya, masih harus mendeportasi 8000 tawanan tentara Jepang di Girian.

Apa akan jadi kalau mereka dilepaskan dan bergabung dengan pasukan PPI-Merah Putih? Mereka belum lupa bahwa di Pulau Okinawa 1500 tentara AS menjadi korban menghadapi tentara Nippon yang juga bertempur habis karena ‘’hara kiri’’. Tentara Inggris di Makassar (South East-Asia Command Outer Islands) masih trauma karena Jenderal Mallaby terbunuh pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

Tentara Belanda yang menjadikan Minahasa sebagai basisnya yang kuat untuk menyerang Republik Indonesia  yang berpusat di Yogya, malah harus menyerahkan diri kepada TRISU-Taulu di Teling. Peristiwa 14 Februari 1946 di Manado tercatat dalam sejarah dunia, karena wakil Sekutu-Inggris di Makassar Col Purcell menyatakan pada 24 Februari 1946 di Teling-Manado ‘’bahwa pada hari ini tentara Sekutu menyatakan perang dengan kekuasaan Sulawesi-Utara (Lapian-Taulu)’’.

Sulawesi Utara sudah dianggapnya suatu negara merdeka yang memiliki wilayah, pemerintah, tentara dan rakyatnya sendiri secara utuh dari 14 Februari tetapi akhirnya menyerah kalah pada 11 Maret 1946.




by Facebook Comment


Create your own banner at mybannermaker.com!