
SEMARANG - Festival Kota Lama Semarang yang sudah berganti nama dengan Pasar Sentiling yang digelar 16-18 September 2016 meninggalkan pesan yang sangat menginspirasi dari musisi jazz sekelas Trie Utami. Pesan Trie hanya satu, Dia ingin masyarakat Semarang terus menjaga aset di
sekitaran Kota Lama. Kawasan ini, menurut Trie punya daya tarik yang tinggi bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
“Keindahan Kota Lama Semarang sangat harus dijaga dan dirawat, Warga Semarang harus bangga dengan memiliki Kota Lama,” tutur Tri.
Tidak salah diva jazz itu mengajak warga Semarang untuk menjaga dan merawat kawasan Kota Lama. Tidak berlebihan juga bila warga Semarang punya kebanggaan dengan Kota Lama. Saat memasuki dan menginjakkan kaki di Kota Lama Semararang, pengunjung seakan diajak kembali bercengkramana dan bernostalgia dengan suasana kehidupan masa lampau.
Ada deretan puluhan bangunan tua bercorakkan arsitektur masa lampau yang siap menyapa. Dan jangan lupa, Kawasan Kota Lama Semarang dulunya pernah ramai dan menjadi pusat ekonomi di Semarang.
Faktanya, kepingan-kepingan peninggalan sejarah masih banyak betebaran di kawasan Kota Lama, Semarang. Dari mulai Pabrik Rokok Praoe Lajar, Stasiun Tawang, persimpangan di tengah Kota Lama, Gereja Blenduk yang
merupakan gereja kristen tertua di Jawa Tengah hingga Polder Air Tawang, semua masih berdiri kokoh. Gaya arsitekturnya Eropa tempo dulu. Hampir sebagian besar gedung tua di Semarang dirancang Thomas Kaarsten, arsitek terkenal Hindia-Belanda yang bekerja sampai kedatangan Jepang. Sekarang malah sudah menjadi spot kesukaan para penggemar fotografi di Semarang lantaran lokasi dan bentuk arsitekturnya sangat fotogenik. “Ini punya daya tarik tinggi khususnya bagi wisatawan nusantara dan mancanegara,” tambah Trie.
Ucapan Trie memang terbukti. Saat festival Pasar Sentiling digelar 16-18 September 2016, ribuan orang seperti tak pernah henti datang. Di tengah hujan deras sekalipun, tetap saja banyak yang datang berkerumun. Suguhan pameran yang dipersembahkan ilustrator komik Errik Irawan, desain grafis Grace Tandian dan Malleo Design dan Teknis Instalasi oleh I Made Chandra Dinata, Yogi Pratama, Yoshua Giri
Perdana, Adi Pratama disuguhkan dengan sangat detail.
Perkembangan Kota Semarang dirangkai hingga beberapa tahap. Dan olahannya dihimpun sesuai dengan fakta sejarah. Dari mulai mendaratnya pelaut Belanda di Banten pada 1596, pembentukan persekutuan dagang VOC pada 1602, kontak dengan Semarang yang dilakukan VOC pada 1645, hingga
menguasai Semarang 1678 semua tersaji dengan sangat artistik.
Sajian kuliner, dan ragam seni rupa lainnya juga tak pernah henti didatangi pengunjung. Semua serba kuno. Sampai-sampai, transaksi
pembelian dalam pameran menggunakan uang bergambar Kota Lama. Uang Kota Lama bukanlah uang dari luar negeri atau uang tempo dulu. Uang jenis ini adalah uang yang dicetak panitia khusus untuk transaksi
selama kegiatan itu digelar.
Sajian musiknya? Selain jazz, ada klangenan keroncong asli Semarang, Orkes Kerontjong Karimoeni, yang ikut menghidupkan suasana. Doby Hendyanto, koordinator Orkes Kerontjong Karimoeni, mengaku sangat senang bisa menghibur di acara itu. Baginya, selain menghibur pengunjung, festival ini juga sebagai pelestarian musik tradisional.
Apalagi suasana Kota Lama penuh dengam kenangan dan warisan tempo dulu
layaknya musik keroncong ini. “Acaranya sukses besar. Kami sangat senang bisa menghibur di festival Pasar Sentiling. Kota Lama Semarang memang harus dijaga dan dirawat. Ini modal besar untuk menyejahterakan
masyarakat,,” tutur Doby.
Menpar Arief Yahya membenarkan penilaian dan harapan penyanyi jazz Trie Utami itu. Heritage Kota Lama harus dipertahankan, direstorasi menjadi kawasan wisata yang menarik. Banyak benchmark yang bisa dicontoh. "Semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan," kata Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI (*)